Di musim kering lalu, namamu menjelma asing dalam pendengaranku. Raut wajahmu tak sekali pun mampir di ruang ingatan. Bianglala serta aliran air matamu bukan aku yang melukis. Sebab dulu, angin kemarau belum menghadirkan temu.
Waktu kian mengalun liar. Musim basah tiba membawa serta ragamu. Membawa hantaran rasa dan cinta yang terbungkus sempurna. Ikrar merajut kisah dalam buaian kasih tak lupa kaubisikkan untukku.
Kauajak diri ini mencicipi manisnya renjana. Menari bersama di atas sajak-sajak asmara. Berkelana kota, dari fajar hingga senja menghadang. Kita mengukir kisah untuk dikenang dalam keabadian.
Pujaan hati, perkenankan aku giat merangkai aksara-aksara merah muda. Meminta Tuhan untuk tidak jatuhkan akhir cerita. Sebab detakku masih ingin berdendang, lahirkan nada kasih dalam alunan kisah; bersamamu.
Mataram, 22 Oktober 2021
0 Komentar