Keajaiban meramu dongeng indah untukku. Mengajakku berdansa dengan waktu, menyaksikan riak riang tanpa kendala. Sepasang mata memukau, menggali semesta. Takkan terlewatkan, hingga penghujung mimpiku.
Aku bersandar malu. Apakah diriku sudah menang melawan gigilnya waktu? Badanku menegang, membayangkan mungkin dongeng itu bisa menjadi milikku. Mimpi yang kuharap sempurna, riang yang menari patah-patah hanya agar aku cepat-cepat bahagia.
Sayang, sebongkah kerikil telah memagari. Pertikaian benak dan batin mengusik peluk damai. Pilu menjatuhkan angan, sepi menyalakan gulita.
Aku memungut air mataku lagi. Berdiam diri, mengiringi mimpi yang seperti berjalan kaki. Berlari di belakangku, amat dekat hingga mataku lebam-lebam oleh kejamnya duka yang menahun di bahuku. Aku menangis lagi. Aku bersumpah serapah lagi; dini hari.
Kolom Waktu, 13 Mei 2022

0 Komentar