Akan setiap luka yang mendera, atas setiap kecewa yang melanda, aku ingin sekali saja bisa bernapas dengan lega. Mengempaskan selaksa lara yang sesakkan dada, menghapus segenap rindu yang bertakhta dalam kalbu. Aku telah lelah perihal cinta, akan rasa yang tak pernah kautoleh meski hanya sekejap mata. Aku ingin terbang di angkasa, bagai pesawat yang menari bersama gerombolan burung yang berkicau merdu. Melompat-lompat tanpa beban di atas tumpukan kapas putih di langit biru. Aku ingin bebas dari belenggu rasa yang kian mecabik atma. Menjerat rasa agar bertahan tanpa batas waktu.
Tuan, izinkan aku 'tuk mencintai diri sendiri. Biarkan pesawat rasaku mendarat pada bandara bahagianya tanpa turbulensi. Atau haruskan aku menikmati badai rindu meski penerbanganku terganggu? Mungkin kusudahi saja perjalanan ini pada lautan nestapa yang luas. Berharap ada sebagian yang selamat, meski hanya sepatah puing hati yang bertahan. Terima kasih. Setidaknya kau pernah menjadi pilot penyebab tawaku, meski pada akhirnya kaulah yang buatku trauma akan penerbangan yang berakhir duka
Sumedang, 11 Mei 2022

0 Komentar