Aku menarik senja pagi itu, padahal tak satu pun semburat menyapa—sedetik saja. Aku mengupayakan pikirku yang jauh, menempuh banyak tidak masuk akal yang kupaksa bersamaku. Aku menyumpal indraku yang mendadak sensitif, hanya untuk memandang merah jambu yang belakangan ini hilang. Pergi, dan tak kembali.


Kuempaskan segala bayang yang selama ini mendekap erat seakan tanpa sekat. Melepas jerat yang membelenggu tanpa malu. Ialah kamu, ilusi yang tiada henti menghantui, bersembunyi dalam misteri tanpa kunci.


Dua ditambah satu tetaplah tiga. Namun, bolehkah aku meminta angka berbeda? Senja yang ingin kusambut tak berhasil. Tidakkah kejam jika bulan pun menghindar tanpa diksi penenang untukku? Dengarlah, aku ini hanya perlu satu. Tidak dua, tidak tiga.


—hanya kamu.


Bumi Bersama, 1 Maret 2022